8 Sep 2011

Menikah – Solusi Problematika Kaum Muda

Oleh : Ustadz Abu Abdirrohman
Dari ‘Alqomah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,”Saya berjalan bersama ‘Abdullah di Mina, lalu Utsman menemuinya, kemudian berdiri dan berbincang bersamanya, lalu ‘Utsman pun berkata kepadanya,”Wahai Abu ‘Abdirrohman, apabila engkau mau kami menikahkanmu dengan gadis yang masih muda, mungkin bisa mengingatkanmu akan sebagian yang telah berlalu dari zamanmu?” ‘Abdullah menjawab,”Jika engkau mengatakan demikian, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah berkata kepada kami,”Wahai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu di antara kalian untuk berjima’ maka hendaklah ia menikah, karena hal itu akan lebih bisa menundukkan pandangan dan lebih bisa menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka wajib baginya berpuasa, karena hal itu akan menjadi penawar baginya.”
[1]
Masa muda dan remaja adalah masa yang penuh dengan gejolak, semangat dan kekuatan, keinginan dan cita-cita, berandai dan berangan, harapan dan asa. Masa ini adalah awal dari usia dewasa yang sangat butuh akan bimbingan dan tuntunan. Masa yang akan menentukan hari depannya. Apabila salah dalam mengarahkannya, akan fatal akibatnya di kemudian hari, karena penyesalan senantiasa ada di akhir.
Problematika remaja dan pemuda bukan hanya masalah umat Islam, namun ia menjadi masalah dunia yang sangat serius, karena masa depan suatu bangsa dan dunia akan banyak ditentukan oleh generasi mudanya, yakni dalam kebaikan dan keburukannya. Sebab mereka adalah tumpuan dan calon pemimpin masa depan.
Berbagai teori, survey dan praktik dalam mencari solusi problem ini telah banyak dilakukan, namun tetap belum bisa menyelesaikan dan mengatasinya. Dekadensi moral dan akhlak remaja dan pemuda semakin terlihat menganga didepan mata. Minuman keras, narkoba, kebebasan seksual dan berbagai kemaksiatan semakin merajalela, bahkan memasuki wilayah agamis dan islami. Sekolah-sekolah dan universitas Islam, ma’had dan pondok pesantren, apalagi selainnya, orang tua tidak mampu mengontrol dan mengarahkan anak-anak mereka bahkan sebagian menyerah dengan keadaan yang ada. Sebuah kenyataan yang tidak bisa ditutupi dan dipungkiri di akhir zaman seperti sekarang ini.
Problematika ini sebenarnya banyak disebabkan karena kaum muslimin telah banyak yang menyimpang jauh dari agama mereka dan tidak merasa bahwa hal itu adalah dosa dan kesalahan atau menganggapnya masalah sepele. Budaya kuffar telah menjadi kiblat dalam gaya hidup mereka, tidak terkecuali para pemuda dan remaja, karena mereka terlahir dan terdidik dari orang tua yang juga demikian. Pergaulan yang semakin bebas, pacaran, kholwat, bepergian jauh dengan lain jenis, bahkan dengan restu dan ridho dari orang tua, sampai-sampai ada orang tua yang mendorong anak-anaknya yang tidak suka bergaul dengan lawan jenis atau berpacaran dan justru merasa bahwa mereka tidak cepat dewasa atau khawatir tidak normal apabila tidak melakukannya, atau orang tua yang lepas control terhadap anak-anaknya karena kesibukan mereka. Kondisi ini didukung dengan lingkungan didalam dan diluar sekolah dan pergaulannya yang semakin bebas dan merusak.
Ketika ditanya tentang apa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “mulut dan kemaluan.” [2]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda:
Telah ditetapkan atas bani Adam bagiannya dari zina, ia akan mendapatinya dan tidak bisa menghindar darinya. Kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, dan tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah melangkah, sementara hati menginginkan dan mengangankannya, sedangkan farji-lah yang membenarkan atau mendustakannya.” [3]
Diantara tanda hari kiamat yang telah disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits-hadits beliau adalah tersebarnya perzinahan dan berbagai maksiat di umat ini, dan bahkan akan dihalalkan oleh sebagian dari mereka. Dan akhir dari dunia ini menjelang hari kiamat adalah apabila sudah ada yang melakukan perzinahan dengan terang-terangan di jalanan tanpa rasa malu, sementara manusia terbaik waktu itu adalah yang mengatakan, “Andaikan engkau melakukan dengannya di balik tembok ini.” [4] wal’iyadzu billah.
Hari demi hari keadaan manusia semakin buruk dan jauh dari agamanya, fitnahpun akan semakin membesar. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata:
Bersabarlah kalian, karena sesungguhnya tidak akan datang kepada kalian suatu zaman melainkan yang setelahnya adalah lebih buruk daripada sebelumnya, hingga kalian bertemu Rabb kalian. Saya mendengar hal itu dari Nabi kalian.” [5]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan bimbingan dan pengarahan, khususnya kepada para pemuda, karena mereka adalah tulang punggung masa depan dunia, dengan sebuah solusi yang terbukti ampuh untuk meredam problematika pemuda, dengan berbagai karakter dan kondisi mereka sepanjang masa, yaitu dengan menikah di usia muda, atau dengan istilah kini: ‘menikah di usia dini’. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendiran di antara kalian[6], dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS.an Nur/24:32]
Dalam ayat ini Allah azza wa jalla memerintahkan secara umum kepada siapapun yang sendirian, yakni yang tidak memiliki pasangan hidup, dan Allah azza wa jalla menjamin dan memudahkan rezeki bagi mereka yang akan menikah untuk menjaga kesucian dirinya. Ayat ini sebenarnya adalah jawaban bagi mereka yang takut atau menunda-nunda untuk menikah atau menikahkan anaknya karena masalah ekonomi dan masa depan, tidak yakin dengan janji Allah azza wa jalla yang tidak akan diingkari-Nya. Padahal inilah sebuah keyakinan yang seharusnya tertanam dalam diri seorang mukmin.
Allah azza wa jalla Maha Tahu bahwa sumber fitnah yang paling besar dan berbahaya bagi kaum laki-laki umat manusia adalah para wanita, sejak Nabi Adam ‘alaihissalam manusia pertama hingga akhir zaman [7]. Karena itulah solusi terbaik dalam menyelesaikan problematika ini adalah dengan menikah, hingga dinukil dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
Seandainya tidak tersisa waktu di dunia ini melainkan hanya satu malam, saya ingin di malam itu saya memiliki istri.” [5]
Dalam satu riwayat:
Seandainya tidak tersisa dari ajalku melainkan sepuluh hari, dan saya tahu bahwa saya akan mati di akhirnya, sementara di dalamnya terdapat satu hari yang saya mampu menikah, tentu saya akan menikah, karena saya khawatir terjerumus ke dalam fitnah.” [9]
Apabila seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan iman, ketakwaan dan kewaro’an mereka, khawatir terjerumus ke dalam maksiat, lalu bagaimana dengan manusia yang lain?! Mereka mengetahui bahwa dengan menikah akan bisa menjauhkan dari maksiat, memberikan ketenangan lahir dan bathin, menumbuhkan dan melanggengkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan demikian akan menjadi solusi dalam menyelesaikan berbagai masalah, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Kami tidak melihat di antara dua orang yang saling mencintai seperti halnya dalam bingkai pernikahan.” [10]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
Apabila seseorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan separuh agama, maka hendaklah ia bertakwa pada separuh sisanya.” [11]
Allah azza wa jalla akan menolong para hamba-Nya yang menikah karena khawatir terjerumus ke dalam dosa dan maksiat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Ada tiga orang yang wajib di tolong oleh Allah azza wa jalla: seorang budak mukatab [12] yang ingin melunasi pembebasan dirinya, orang yang menikah karena ingin menjaga kehormatan dirinya dan seorang mujahid fi sabilillah.
Demikianlah, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai seorang manusia dan juga ini adalah sunnah seluruh para Nabi dan Rasul, hingga seorang Tabi’in Sa’id bin Jubair rahimahullah menceritakan bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya,”Apakah engkau sudah menikah?” Ia menjawab,”Belum,” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,”Menikahlah, karena manusia terbaik umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya.” [13]
Kondisi sekarang ini sangat bertolak belakang dengan keadaan generasi salaf dan para sahabat. Umat islam hari ini justru merasa aib dan akan heboh ketika ada seorang laki-laki atau gadis yang masih muda menikah di usia dini, akan menjadi bahan perbincangan dan gunjingan serius. Atau muncul su’uzhzhon (prasangka buruk) bahwa telah terjadi ‘kecelakaan’ sebelum menikah, karena memang demikianlah yang banyak terjadi di dalam masyarakat.
Bukan hanya itu, bahkan telah menjad sebuah kenyataan bahwa ini adalah sebuah kedzoliman, apalagi jika jarak umur yang terpaut jauh. Lebih-lebih lagi apabila sudah masuk dalam masalah poligami, akan lebih heboh dibicarakan, lebih diingkari, dicemooh, digunjing bahkan dianggap sebagai pelecehan dan kasus pidana yang haus diseret ke meja hijau daripada kasus perzinahan atau berbagai maksiat yang lain, seakan kaum muslimin bukan lagi umat islam. Dan suatu hal yang ma’ruf sudah dianggap mungkar, dan sebaliknya yang mungkar dianggap sebagai suatu yang ma’ruf. Wallahul Musta’an.
Note:
[1] HR.Bukhari kitab an-Nikah Bab Qoulin Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam man istatho’a minkumul baa’ah no.4778 dan Muslim kitab an-Nikah bab Istihbabin nikaah 4/128 no.3464
[2] HR.at Tirmidzi 4/363 no.2004 dan dihasankan al Albani rahimahullah dalam Shohih at Tirmidzi dan ash Shohihah 2/706 no.977
[3] HR.Muslim 8/52 no.6925
[4] Silahkan merujuk dalam rubrik Cahaya Sunnah edisi 01 tahun ke-3
[5] HR.Ahmad 3/117 no.12162 dan al Bukhari 6/2591 no.6657
[6] Laki-laki yang tidak beristri, baik perjaka ataupun duda atau wanita yang tidak bersuami, baik perawan ataukah janda
[7] Silahkan merujuk rubrik Cahaya Sunnah Edisi 2 tahun ke-1
[8] Atsar Shohih diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushonnaf 4/128
[9] HR.Sa’id bin Manshur dalam bab at-Targhib fin Nikah 1/139 no.493
[10] HR.Ibnu Majah kitab an-Nikah Bab Maa Jaa’a fil Fadhlin Nikaah 1/593 no.1857 dan dishohihkan al Albani rahimahullah dalam ash-Shohihah 2/196 no.624
[11] HR.al Baihaqi dalam Syu’abil Iman 4/382 no.5486 dan dihasankan al Albani rahimahullah dalam Shohih al-Jami’ 430
[12] Budak yang bersepakat dengan tujuannya untuk membebaskan dirinya dengan cara menebusnya dengan sejumlah harta.
[13] HR.al Bukhari kitab an-Nikah bab Katsrotin Nisaa’ 5/1951 no.4782
Sumber: Diketik ulang dari Majalah Mawaddah Edisi ke-4 Tahun ke-3, Dzulqo’dah-Dzulhijjah 1430H, November 2009, Hal.12-14
http://alqiyamah.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template